Resensi novel “Tak Putus Dirundung Malang”

Judul Resensi : Nasib yatim piatu yang tak berhenti dirundung malang
 

•Judul Buku      : Tak Putus Dirundung Malang

•Pengarang      : Sultan Takdir Alisyahbana

•Penerbit          : Dian Rakyat – Jakarta

•Tahun Terbit   : Cetakan Keempat Belas 1995

•Tebal Buku      : 116 halaman
Pendahuluan : 
Sultan Takdir Alisyahbana merupakan penyair dan penulis pada berbagai bidang. Beliau merupakan intelektual serta pengajar yang berkompeten sampai akhir hayatnya. Karya-karyanya berupa karya ilmiah dan karya sastra menunjukkan perhatiannya pada ilmu pengetahuan dan seni. Keberadaan beliau menjadi bukti bahwa sastra tidak sekedar profesi melainkan kebutuhan jiwa dan unjuk intelektual dengan wahana seni.

Isi pernyataan :
Novel ini mengisahkan kehidupan dua bersaudara, Mansur dan Laminah, kakak-adik. Mereka sejak kecil ditinggal ibu. Lalu ayahnya yaitu Syahbudin meninggal saat mereka sang Kakak kira-kira berumur 8-9 tahunan. Sang adik masih kecil.

Sejak kepergian ayah, mereka tinggal dengan tantenya. Di situ mereka hidup tidak tenang. Mansur dipaksa bekerja keras, menggembala di padang, dan mencari kayu bakar. Sedangkan adik, Laminah, dipaksa menjaga sepupunya yang masih kecil. Sewaktu masih ada ayah, mereka hidup bahagia. Ayah sering memungut durian atau mencari ikan di sungai. Mereka menunggu di rumah. Mereka juga ikut ayah menjual durian ke ujung sungai. Pergi dengan rakit yang bergerak dengan arus sungai. 
Mereka juga sering berkunjung ke rumah Tante yang berdekatan. Waktu itu Tante dan suaminya sayang sama mereka. Mereka dimanja. Namun, ketika ayah tidak ada, sikap suami Tante berubah. Dia menjadi bengis dan kadang-kadang tidak menaruh iba pada anak yatim piatu itu. Laminah yang jadi korban, dipukul karena membuat anaknya luka. Padahal anaknya menginjak pisau saat bermain dengan Laminah. Apa boleh buat, sang kakak makin besar dan tangguh. Mereka berlindung di rumah sepasang kakek-nenek yang amat sayang pada mereka sebelum berangkat ke Bengkulu untuk mencari pekerjaan. Saat sampai di Bengkulu mereka bekerja di sebuah toko roti. Namun ada pekerja lain yang merayu Laminah, hingga mansur berkelahi. Tidak lama dari kejadian itu Mansur di sangka mencuri. Dan akhirnya Mansur dipenjara.
  Sampai akhirnya adik bunuh diri dengan cara mencebur ke laut karena stres sang kakak dipenjarakan. Kemudian sang kakak kecewa karena harus hidup sendiri. Baginya tidak ada arti kalau adik telah tiada. Dia pergi bekerja di kapal laut. Setelah beberapa bulan Mansur ke kampung halamannya untuk mengenang masa masa bersama keluarganya. Ketika kembali ke kapal Mansur terbayang- bayang Minah tak lenyap dari matanya. Mansur jatuh terguling-guling jatuh ke laut. Lebih dari setengah orang-orang mencani Mansur, namun Mansur tidak ditemukan. Kapten kapal memberi penintah meneruskan pelayaran. Kapal terus menuju Padang, seolah-olah tak ada kejadian namun orang-orang terus membicarakan jatuh dan hilangnya Mansur yang ajaib. Ketika ia menghembuskan nafas terakhimya ia mengucapkan, Amin, amin, amiin.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hoolahoop - All I Wanted To Tell Missing You (lirik)

Kita Dipertemukan Bukan Tanpa Alasan